Nyeri tenggorokan memang sudah tidak asing kita dengar dalam kehidupan sehari-hari. Hampir setiap manusia pernah merasakan nyeri tenggorokan. Nyeri tenggorokan memang bukan suatu penyakit yang membahayakan menurut hampir semua orang, namun jangan anggap remeh nyeri tenggorokan, karena pada kenyataannya nyeri tenggorokan yang tidak diobati dengan benar dapat memberikan komplikasi menjadi suatu penyakit yang berbahaya, salah satunya adalah penyakit jantung.1
Penyakit
jantung yang dimaksud adalah Penyakit Jantung Reumatik (PJR) atau dalam
medisnya disebut Rheumatik Heart Disease.2 RHD adalah suatu kondisi
dimana terjadi kerusakan permanen pada katup – katup jantung yang biasa berupa
penyempitan atau kebocoran terutama katup mitral yang disebabkan oleh demam
rematik. Katup – katup jantung tersebut rusak karena proses perjalanan penyakit
yang dimulai dengan infeksi tenggorokan yang disebabkan oleh bakteri
Streptococcus β hemoliticus tipe A.3
Gejala
yang dirasakan antara lain poliarthritis migrans akut berupa nyeri sendi yang
berpindah-pindah, karditis berupa radang pada selaput jantung, khorea berupa
gangguan syaraf yang mengakibatkan gerakan bagian-bagian tubuh yang tidak
terkendali, lemah otot dan gangguan emosi, lalu terdapat nodul subkutan berupa
tonjolan-tonjolan yang keras di bawah kulit tanpa perubahan warna atau rasa
nyeri, eritema marginatum berupa bercak
kulit kemerahan dan umumnya ditemukan di tubuh kadang pada bagian anggota gerak
atas namun tidak di wajah dan hal ini jarang terjadi pada dewasa.1,2 Pada beberapa pasien yang mengalami
demam reumatik akut biasa terjadi kelainan katup jantung lainnya yang bisa
berakibat pada gangguan katup jantung, gagal jantung, radang selaput jantung.3
Demam
reumatik ini terjadi setelah terjadinya infeksi dari bakteri streptococcus β
hemoliticus tipe A di saluran pernapasan atau tenggorokan, sehingga menyebabkan
reaksi autoimun (kekebalan tubuh), reaksi inilah yang akan menyebabkan rusaknya
katup jantung yang diawali dengan gejala nyeri tenggorokan dan demam
berkepanjangan, namun setelah nyeri tenggorokan dirasakan membaik atau sembuh (
2-3 minggu ) kemudian dapat muncul gejala jantung berdebar keras, cepat lelah,
nyeri sendi yang berpindah-pindah, bercak kemerahan di kulit yang berbatas,
gerakan tangan yang tak beraturan dan tak terkendali (khorea), benjolan
kecil-kecil dibawah kulit, dapat juga disertai nyeri perut dan kehilangan berat
badan.2,3
Puncak
insiden demam reumatik ini adalah pada kelompok usia 5-15 tahun.3
Pencegahan yang terbaik dari demam reumatik adalah upaya kita agar tidak
terserang oleh kuman streptococcus β hemoliticus tipe A.1 Faktor
yang dapat mendukung seseorang terserang kuman ini adalah kondisi lingkungan
yang jelek, tempat tinggal berdesakan, akses kesehatan yang kurang dan variasi
cuaca juga dapat mempengaruhinya.2
Seseorang
yang telah terkena demam reumatik harus diobati secara maksimal dengan
antibiotiknya untuk membunuh kuman penyebab dan menghindari serangan kedua kalinya
atau bahkan menyebabkan penyakit jantung reumatik.3 Bila penanganan
terlambat maka kuman tersebut dan menyerang jantung terutama katup jantung
yaitu katup mitral, dan bila katup sudah diserang maka katup akan mengalami
kerusakan yang permanen yang tentu saja akan menyebabkan fungsi jantung
berkurang.2 Untuk itu sangat disarankan agar tidak menganggap remeh
masalah nyeri tenggorokan, karena bisa saja bakteri yang menginfeksi
tenggorokan anda adalah bakteri streptococcus β hemoliticus tipe A yang tentu
saja tidak akan mati hanya dengan pemberian larutan penyegar atau obat warung
biasa melainkan harus dengan antibiotiknya.1,2
REFERENSI
- Ismudiati,
lily, et al. Buku Ajar Kardiologi, Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia, Jakarta: 129 – 131, 2003
- Buku
Ajar Ilmu Penyakit Dalam, Edisi IV, Pusat Penerbitan Departemen Ilmu
Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta: 1560 –
1565, 2007
- Cardiovascular
Care. Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins, 2008
- www.google.co.id/searchpenyakitjantungreumatik
- www.google.co.id/searchstreptococcusbetahemolyticgroupA
B. JANGAN ANGGAP REMEH SESAK NAPAS SAAT HAMIL
Sesak
napas adalah kesulitan bernapas atau dalam medis disebut sebagai dispnea. Sesak
napas dapat disebabkan oleh kondisi respirasi (saluran napas dan paru-paru)
atau sirkulasi (jantung dan pembuluh darah).1 Walaupun demikian
masih banyak orang yang menganggap remeh masalah sesak napas terutama sesak napas
yang dirasakan saat hamil. Hal ini terjadi karena mereka menganggap bahwa rasa
sesak yang muncul saat kehamilan adalah hal yang wajar terjadi karena
beranggapan bahwa semakin besar usia kehamilan maka ukuran janin juga membesar sehingga
mendorong perut bagian atas dan menekan paru ataupun jantung ditambah lagi
apabila sesak napas yang muncul tidak dirasakan berat dan hilang timbul.
Anggapan
seperti ini harus dihilangkan karena ternyata ada hal lain yang menyebabkan
munculnya rasa sesak saat kehamilan yaitu terjadinya gangguan pada jantung,
dimana jantung mengalami suatu kondisi miopati pada kehamilan atau disebut Kardiomiopati
Peripartum yaitu dimana otot jantung melemah dan membesar sehingga membuat
jantung lebih sulit untuk memompa darah dan mengirimkannya ke seluruh tubuh.2,3
Hal ini menyebabkan tubuh kita kekurangan oksigen sehingga kita akan merasakan
sesak.
Kardiomipati
Peripartum terjadi pada bulan akhir kehamilan atau dalam lima bulan setelah
melahirkan dan pada umumnya tidak memiliki riwayat penyakit jantung sebelum
kehamilan.2,5 Penyebab dari Kardiompiopati Peripartum ini belum
jelas dan masih disangsikan bahwa kardiomiopati merupakan kondisi khusus yang
terjadi pada kehamilan.3 Namun dari beberapa sumber mengatakan
penyebab yang mungkin adalah kekurangan nutrisi khususnya selenium, faktor
genetik, dan faktor hormonal yaitu rendahnya kadar progesterone, estrogen dan
prolaktin saat kehamilan.4,5 Wanita dengan Kardiomipati Peripartum
memiliki gejala gagal jantung yaitu sesak napas, pembengkakan kaki, palpitasi,
batuk, rasa nyeri dada, dan sering buang air kecil pada malam hari.4 Bila
segera ditangani maka setelah kehamilan, jantung sering kembali ke ukuran dan
fungsi normal walaupun beberapa wanita tetap memiliki fungsi pompa jantung yang
lemah.2,5 Wanita dengan kardiomiopati peripartum memiliki
peningkatan resiko komplikasi pada kehamilan berikutnya dan yang beresiko besar
mengalami hal ini adalah wanita dengan usia lebih dari 30 tahun.5
Faktor
resiko dari PPCM ini yaitu wanita usia lebih dari 30 tahun, kehamilan yang
disertai dengan hipertensi, wanita yang sudah melahirkan lebih dari 1 kali dan
hamil lebih dari 1 kali, obesitas atua kegemukan, wanita yang memiliki riwayat
tekanan darah tinggi.4
Pemeriksaan
yang biasa membantu diagnosa PPCM ini adalah pemeriksaan Echocardiogram,
Electrocardiogram, dan pemeriksaan Biomarker Jantung.4 Untuk mencegah
terjadinya Kardiomiopati Peripartum ini maka sangat disarankan bagi para wanita
hamil untuk tidak menganggap remeh rasa sesak napas yang dirasakan saat hamil
terutama pada bulan akhir kehamilan dan diharapkan rutin mengontrolkan kondisi
kehamilannya dan kesehatan dirinya sendiri, dan bila saat hamil merasa sesak napas
tiba-tiba muncul terutama pada bulan akhir kehamilan maka sangat disarankan
untuk memeriksakan dirinya ke dokter spesialis jantung agar tidak sampai pada
kondisi gagal jantung yang permanen.3
Bila
sudah terdiagnosa PPCM maka pengobatannya sama dengan penanganan pada penderita
gagal jantung yaitu dengan obat-obatan yang dapat membantu mengembalikan kerja
jantung secara optimal dan mengurangi asupan garam.4 Pada penanganan
yang cepat dan tepat maka fungsi jantung akan membaik dan bahkan ada yang dapat
kembali normal, namun bila penanganan terlambat maka fungsi kerja jantung tidak
akan kembali normal bahkan biasa mengalami gagal jantung permanen.3
REFERENSI
- www.kamuskesehatan.com
- Tibazarwa, Kemi, et al. “The 12-lead ECG in Peripartum Cardiomiopaty”, Cardiovascular Journal of Africa vol.23 no.6: 322 – 329, July 2012
- Ismudiati, lily, et al. Buku Ajar Kardiologi, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta: 129 – 131, 2003
- M.Katie, L.Gretchen, “Peripartum Cardiomiopaty: a current review”, Journal of Pregnancy volume 2010 (2010), June 2010
- Cardiovascular Care. Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins, 2008